Selasa, 19 April 2016
STUDI KASUS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI
NAMA KELOMPOK
VINNY ASTERIA ( 2C214076)YOHANY CHYNTIA DWI A ( 2C214444 )UMAR ABDILLAH ( 2A214938 )
KELAS : 2EB07
Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah:
Studi Kasus Sengketa Ekonomi Syariah
di Lembaga Keuangan Syariah Kota
Jambi
Illy Yanti & Habriyanto
Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Abstrak:
Pertumbuhan lembaga keuangan Islam mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Selain kehadiran perbankan Islam atau syariah yang memeroleh respons sangat baik dari masyarakat, asuransi syariah juga mendapat sambutan yang hangat. Sebagaimana dalam lembaga keuangan umumnya, dalam perjalanannya terkadang terjadi permasalahan atau sengketa antara institusi dan masyarakat. Artikel ini membahas tentang penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang terdapat di dua lembaga keuangan syariah di Kota Jambi, yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Jambi dan Asuransi Takaful Cabang Jambi.
Kata Kunci: Bank syariah, asuransi, litigasi, non-litigasi, negosiasi, mediasi, arbitrase.
Pendahuluan
Praktik bisnis Syariah di Indonesia mulai berkembang dengan perkembangan keinginan dan harapan umat Islam yang menjadi sebahagian besar penduduk Indonesia. Keinginan tersebut berkembang seiring dengan berkembangnya upaya pemahaman terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi yang berdasarkan Syariah Islam pada awal tahun 1990-an. Sejarah perbankan secara faktual telah mencatat bahwa dalam kurun waktu antara tahun 1992 hingga mei 2004 telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Secara kuantitatif jumlah bank Syariah pada tahun 1992 hanya satu bank umum Syariah, yaitu Bank Muamalat Indonesia dan BPRS, tetapi saat ini ada beberapa bank umum Syariah dengan 114 kantor cabang dan kantor cabang pembantu bank Syariah. Pada tahun 2006 jumlah bank Syariah telah berkembang dua kali lipat dari jumlah dua tahun yang lalu. Tren perbankan Syariah yang begitu cepat dengan memperoleh simpati luas dari umat muslim dan juga dari non muslim. Perluasan kelembagaan perbankan Syariah telah merambah kepada aspek-aspek ekonomi Syariah sebagai bentuk-bentuk produk perbankan Syariah. Dan perbankan Syariah sebagai suatu lembaga dalam perbankan, menuntut adanya kepastian hukum, penegakan hukum dan keadilan, serta antisipasi hukum apabila terjadi konflik antara pihak nasabah dengan pihak bank. Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang diundangkan pada tanggal 20 Maret Tahun 2006 telah member amanat kepada lembaga peradilan Agama sebagai salah satu lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara tertentu termasuk perkara perbankan dan ekonomi Syariah yang terjadi di Indonesia.
Sebelum tahun 1992, telah didirikan beberapa badan usaha pembiayaan nonbank yang telah menerapkan konsep bagi hasil (mudharabah) dalam kegiatan operasionalnya. Hal ini menunjukkan kebutuhan warga masyarakat tentang kehadiran institusi-institusi keuangan yang dapat memberikan jasa keuangan yang sesuai dengan ajaran Islam bagi pemeluknya. Apalagi dengan hadirnya peraturan perundangundangan yang terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang memberikan angin segar bagi perkembangan industri perbankan Syariah di Indonesia. Artinya munculnya Undang-Undang ini memberikan peluang bagi pertumbuhan industri perbankan Syariah yang sesuai dengan prinsip hukum Islam.
Faktor-faktor yang Dilakukan terhadap Pembiayaan Bermasalah
Dalam hal ada pembiayaan bermasalah pada perbankan Syariah, maka ada beberapa faktor-yang menyebabkan terjadi kemacetan dalam pembiayaan tersebut. Analisa sebab kemacetan. Analisa sebab sebab kemacetan pembiayaan dapat dilakukan pada aspek internal dan eksternal berikut:
A. Aspek internal
1) Peminjam kurang cakap dalam usaha tersebut
2) Manajemen tidak baik atau kurang rapih
3) Laporan keuangan tidak lengkap
4) Penggunaan dana yang tidak sesuai dengan perencanaan
5) Perencanaan yang kurang matang
6) Dana yang diberikan tidak cukup menjalankan usaha tersebut.
B. Aspek Eksternal
1) Aspek Pasar kurang mendukung
2) Kemampuan daya beli masyarakat kurang
3) Kebijakan pemerintah
4) Pengaruh lain di luar usaha
5) Kenakalan peminjam
Perkara Sengketa Ekonomi Islam Bank Syariah Mandiri Cabang Jambi
Pada tataran teoritis, agama memuat segala sesuatu yang terbaik yang diperlukan manusia untuk mengolah tujuan-tujuan hidupnya. Agama menyediakan cita-cita kebahagian dan, moralitas, etos kerja, manajemen keadilan serta apa saja yang dibutuhkan manusia dalam pergaulan dengan sesamanya dan seluruh unsur alam. Hanya saja, dalam tataran realitasnya, agama seringkali diredusir oleh kepentingan subyektif manusia, dihinakan oleh kebodohan manusia, dipersempit menjadi ritus dan simbol formalistic, dan bankan diubah wajahnya menjadi faktor sejarah yang di anggap mereporkan. Bagi muslim, Islam adalah jalan hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan, sejalan dengan perintah, “Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan….. “ (Qs Al Baqarah 208).
Dengan demikian, tidak seperti sekularisme, Islam tidak menghendaki adanya pemisahan antara agama dan ekonomi ataupun aspek kehidupan yang lainnnya. Lingkup “ekonomi syari’ah” sangat luas. Pada perbincangan tentang ekonomi syari’ah akan terdapat di dalamnya permasalahan tanggung jawab sosial terhadap peningkatan ekonomi umat melalui berfungsinya lembaga zakat, wakaf dan kegiatan-kegiatan ekonomi syari’ah lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi umat. Sementara itu “bisnis syari’ah” lebih ditujukan kepada kegiatan yang berkaitan dengan perniagaan atau kegiatan niaga yang berkembang di masyarakat dengan menggunakan prinsip syari’ah.
Semakin berkembangnya kegiatan ekonomi syari’ah terutama di bidang keuangan dan perbankan syariah, akhir-akhir ini, mengajak kita terutama para pakar, praktisi dan hakim Pengadilan Agama untuk mempersiapkan jika terjadi persengkataan baik sesama muslim maupun antara muslim dengan non muslim terkait dengan transaksi di bidang ekonomi dan keuangan syari’ah, seiring dengan amandemen Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang kewenangannya diperluas selain perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah, waqaf, zakat, infaqdan sadaqah, termasuk juga bidang ekonomi Syari’ah.
Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang amandemen atas Undang-Undang Nomor 7tahun 1989 tentang Peradilan Agama, memperluas kewenangan Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi orang-orang yang beragama Islam, yang sebelumnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989, hanya berwenang menyelesaikan perkara perkawinan,waris, wasiat, hibah, waqaf, zakat, infaq dan sadaqah. Berdasarkan UndangUndang Nomor 3tahun 2006 pasal 49, huruf i, kewenangan Pengadilan Agama diperluas, termasuk bidang Ekonomi Syari’ah. Dengan kewenangan dan peneguhan kewenangan Pengadilan Agama dimaksudkan memberikan dasar hukum bagi Pengadilan Agama dalam menyelesaikan perkara Ekonomi Syari’ah.
Sengketa dalam operasional perbankan syariah tentunya bisa saja terjadi mengingat segala sesuatu kegiatan operasional perbankan syariah terikat dengan segala peraturan dan akad yang harus di taati dan dipatuhi oleh pihak yang melakukan kegiatan investasi dan transaksi keuangan. Tentunya jika ada pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu pihak yang mengikat perjanjian dan akad akan diberikan sanksi berdasarkan peraturan yang berlaku. Akan tetapi penyelesaikan dari sengeketa tersebut bisa saja diselesaikan dengan jalan kekeluarga (atbitrase) atau melalui pengadilan hukum perdata. Berdasarkan wawancara dengan pihak Bank Syariah Mandiri yang di wakili oleh Bapak Imam Fanzuri menjelaskan bahwa kasus sengketa yang terjadi di bank syariah mandiri berkaitan dengan wanprestasi dimana nasabah tidak mampu mengembalikan tagihan bank syariah mandiri seperti kasus pada tahun 2008 beberapa KUD tidak bisa mengembalikan tagihan akibat turunnya harga sawit dan karet. Sengketa tersebut di selesaikan dengan jalan mediasi . Sedangkan jalur litigasi (peradilan) baru tahap pengajuan somasi lewat pengadilan dan pengadilan mengeluarkan somasi dengan memanggil pihak-pihak terkait. Jalur ini baru tahap proses belum putusan pengadilan. Jadi secara umum sengketa di bank syariah mandiri cabang Jambi hanya sebatas wanprestasi saja dan penyelesaian dilakukan dengan jalan mediasi.
Perkara Sengketa Ekonomi Islam Pada Asuransi Takaful Cabang Jambi
Berdasarkan wawancara dengan pihak Asuransi Takaful Cabang Jambi, yang di wakili oleh Ibu Laila SH., menjelaskan bahwa kasus sengketa yang terjadi di Asuransi Takaful berkaitan dengan klaim asuransi dimana nasabah tidak menjalankan isi akad yang dibuat dalam polis, seperti yang terjadi pada anggota DPR Tanjung Jabung Timur, yang menyalahi dalam mengcover premi yang telah dibayarkan, seperti dalam asuransi kesehatan rawat inap mereka meminta pelayanan super VIP tetapi premi, yang dibayar lebih kecil dari apa yang seharusnya mereka diterima. Kenyataan dilapangan bahwa nasabah mengklaim asuransi takaful tidak memberikan fasilitas yang seharusnya mereka terima. Dalam hal ini terkadang pihak nasabah yang tidak memahami akad yang ada menyampaikan rasa tidak senang terhadap manfaat yang diberikan oleh asuransi Takaful. Dan mereka mempertanyakan bahkan ada yang sampai membawa kasus ini lewat pengadilan Negeri. Diantara kasus-kasus yang terjadi dapat diselesaikan dengan cara negosiasi pada asuransi Takaful. Dan tidak ada yang melewati sampai pada jalur arbitrase.
PENUTUP
Pada penjelasan diatas telah kita bahas hal-hal yang berhubungan dengan alternatif penyelesaian sengketa dan arbitrase sehingga dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya alternatif penyelesaian sengketa selain melalui sistem peradilan juga telah dikenal dan diakui, yaitu arbitrase. Arbitrase adalah suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan, diselenggarakan dan diputuskan oleh arbiter atau majelis arbitrase, yang merupakan “hakim swasta”. Ada beberapa kelebihan yang dimiliki arbitrase, diantaranya adalah:
Kerahasiaan sengketa para pihak terjamin karena proses penyelesaian secara tertutup sehingga tidak bisa diakses oleh media massa (pihak luar).
Terhindar dari keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif dengan kata lain proses lebih cepat, jadwal dapat ditetapkan sesuai kepakatan para pihak.
Para pihak dapat memilih arbiter (hakim swasta) yang dinggap sangat berkompeten berdasarkan pengalaman, pengetahuan, serta memiliki latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, serta memiliki personalia yang jujur dan adil.
Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaian masalahnya, para pihak juga dapat memilih tempat penyelenggaraan arbitrase.
Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak melalui prosedur sederhana ataupun dapat langsung dilaksanakan.
Selain itu, dengan menggunakan alternatif penyelesaian sengketa (arbitrase) tidak terlalu formal dan jangka waktu penanganan perkara atau sengketa hingga penyelesaiannya, yang relatif lebih cepat jika dibanding dengan penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan.
SUMBER :
http://e-journal.iainjambi.ac.id/index.php/mediaakademika/article/viewFile/155/138