Senin, 26 Desember 2016

Contoh Information of Job Vacancy, Curriculume Vitae, and Application Letter

Information of Job Vacancy

PT Maju Jaya Vacancy Position :
Staff Accounting

Job Seeker requirements :
1.      Male/Female
2.      Maximum age of 27 years old
3.      GPA minimal 3.00
4.      Able to operate Microsoft Excel, and use Accounting Software
5.    Meticulous, responsible, able to work together, painstaking, and hardworking. 
 
Send your application letter to our email recruitment@majujaya.co.id ( subject : Position Applied), no later than the date : January 14, 2017. All applications will be called for test and interview.



CURRICULUM VITAE
Personal Details
Name                           :Yohany Chyntia Dwi Alviany
Permanent address      : Bukit Pabuaran Street No.13, Bogor, Indonesia
Phone                          : 085710555654
Gender                         : Female
Place/ Date of Birth    : Jakarta/ 08April 1996
Religion                       :Christian
Status                          : Single
Citizenship                  : Indonesia
E-mail                          : Yohanychyntia08@gmail.com
Education Background
2002 - 2008     = SDN Pacing 1
2008 - 2011     = SMPN 1 Padas
2011 - 2014     = SMAN 2 Ngawi
2014 -  now     = Accounting, Gunadarma University
Organization Experience
2008 – 2010    = Member of OSIS
2011 – 2014    = Member of Red Cross Teenager

Personal Qualification
1. Computer skill     :
I am able to use computer, accounting software ( Zahir, MYOB, Ms.Excel, Ms.word, Ms. Point )
2. Language Ability :
Indonesia, English.
 
 
 
Bogor, December 27, 2016
 
To :
Mr. Stevianus
HRD Manager
PT Maju Jaya
Bogor

Dear Mr. Stevianus,
         I was excited to read about the Staff Accounting job opening at PT Maju Jaya advertised in The Kompas daily newspaper September 23, 2016. I know that PT. Maju Jaya is one of the biggest company in Indonesia and I’m sure it would be amazing carrer to work and joint with this company. As requested, I am enclosing my curriculum vitae, certificates, and some other relevant and important documents.
         I am 20 years old in a good health condition, meticulous, responsible, able to work together, painstaking, and hardworking  I was graduated from 2 senior high school, Ngawi in 2014 now I am accounting student in Gunadarma University. I have good communication skill, I can speak English fluently, I am good in write English and I am be able to use Zahir accounting software, MYOB, and operate Ms.Excel.
         I would gladly propose the opportunity to have an interview with you at your convenience. I am sure that my skills will be one of your next company’s assets.
I am looking forward to hearing from you in the nearest time. Thank you for your consideration and attention.

                                                                                                                                   Very truly yours,
                                                                                                                          Yohany Chyntia Dwi A.
 
 
 
 
 

Selasa, 19 April 2016

Selasa, 19 April 2016

STUDI KASUS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI

NAMA KELOMPOK 

VINNY ASTERIA                                ( 2C214076)YOHANY CHYNTIA DWI A             ( 2C214444 )UMAR ABDILLAH                             ( 2A214938 )

KELAS : 2EB07


Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah:

Studi Kasus Sengketa Ekonomi Syariah

di Lembaga Keuangan Syariah Kota

Jambi


Illy Yanti & Habriyanto

Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi


Abstrak:

Pertumbuhan lembaga keuangan Islam mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Selain kehadiran perbankan Islam atau syariah yang memeroleh respons sangat baik dari masyarakat, asuransi syariah juga mendapat sambutan yang hangat. Sebagaimana dalam lembaga keuangan umumnya, dalam perjalanannya terkadang terjadi permasalahan atau sengketa antara institusi dan masyarakat. Artikel ini membahas tentang penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang terdapat di dua lembaga keuangan syariah di Kota Jambi, yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Jambi dan Asuransi Takaful Cabang Jambi.

Kata Kunci: Bank syariah, asuransi, litigasi, non-litigasi, negosiasi, mediasi, arbitrase.

Pendahuluan

Praktik bisnis Syariah di Indonesia mulai berkembang dengan perkembangan keinginan dan harapan umat Islam yang menjadi sebahagian besar penduduk Indonesia. Keinginan tersebut berkembang seiring dengan berkembangnya upaya pemahaman terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi yang berdasarkan Syariah Islam pada awal tahun 1990-an. Sejarah perbankan secara faktual telah mencatat bahwa dalam kurun waktu antara tahun 1992 hingga mei 2004 telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Secara kuantitatif jumlah bank Syariah pada tahun 1992 hanya satu bank umum Syariah, yaitu Bank Muamalat Indonesia dan BPRS, tetapi saat ini ada beberapa bank umum Syariah dengan 114 kantor cabang dan kantor cabang pembantu bank Syariah. Pada tahun 2006 jumlah bank Syariah telah berkembang dua kali lipat dari jumlah dua tahun yang lalu. Tren perbankan Syariah yang begitu cepat dengan memperoleh simpati luas dari umat muslim dan juga dari non muslim. Perluasan kelembagaan perbankan Syariah telah merambah kepada aspek-aspek ekonomi Syariah sebagai bentuk-bentuk produk perbankan Syariah. Dan perbankan Syariah sebagai suatu lembaga dalam perbankan, menuntut adanya kepastian hukum, penegakan hukum dan keadilan, serta antisipasi hukum apabila terjadi konflik antara pihak nasabah dengan pihak bank. Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang diundangkan pada tanggal 20 Maret Tahun 2006 telah member amanat kepada lembaga peradilan Agama sebagai salah satu lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara tertentu termasuk perkara perbankan dan ekonomi Syariah yang terjadi di Indonesia. 

Sebelum tahun 1992, telah didirikan beberapa badan usaha pembiayaan nonbank yang telah menerapkan konsep bagi hasil (mudharabah) dalam kegiatan operasionalnya. Hal ini menunjukkan kebutuhan warga masyarakat tentang kehadiran institusi-institusi keuangan yang dapat memberikan jasa keuangan yang sesuai dengan ajaran Islam bagi pemeluknya. Apalagi dengan hadirnya peraturan perundangundangan yang terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang memberikan angin segar bagi perkembangan industri perbankan Syariah di Indonesia. Artinya munculnya Undang-Undang ini memberikan peluang bagi pertumbuhan industri perbankan Syariah yang sesuai dengan prinsip hukum Islam.

Faktor-faktor yang Dilakukan terhadap Pembiayaan Bermasalah

Dalam hal ada pembiayaan bermasalah pada perbankan Syariah, maka ada beberapa faktor-yang menyebabkan terjadi kemacetan dalam pembiayaan tersebut. Analisa sebab kemacetan. Analisa sebab sebab kemacetan pembiayaan dapat dilakukan pada aspek internal dan eksternal berikut:

A.      Aspek internal

1)      Peminjam kurang cakap dalam usaha tersebut

2)      Manajemen tidak baik atau kurang rapih

3)      Laporan keuangan tidak lengkap

4)      Penggunaan dana yang tidak sesuai dengan perencanaan

5)      Perencanaan yang kurang matang

6)      Dana yang diberikan tidak cukup menjalankan usaha tersebut.


B.      Aspek Eksternal

1)      Aspek Pasar kurang mendukung

2)      Kemampuan daya beli masyarakat kurang

3)      Kebijakan pemerintah

4)      Pengaruh lain di luar usaha

5)      Kenakalan peminjam

Perkara Sengketa Ekonomi Islam Bank Syariah Mandiri Cabang Jambi

Pada tataran teoritis, agama memuat segala sesuatu yang terbaik yang diperlukan manusia untuk mengolah tujuan-tujuan hidupnya. Agama menyediakan cita-cita kebahagian dan, moralitas, etos kerja, manajemen keadilan serta apa saja yang dibutuhkan manusia dalam pergaulan dengan sesamanya dan seluruh unsur alam. Hanya saja, dalam tataran realitasnya, agama seringkali diredusir oleh kepentingan subyektif manusia, dihinakan oleh kebodohan manusia, dipersempit menjadi ritus dan simbol formalistic, dan bankan diubah wajahnya menjadi faktor sejarah yang di anggap mereporkan. Bagi muslim, Islam adalah jalan hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan, sejalan dengan perintah, “Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan….. “ (Qs Al Baqarah 208).

Dengan demikian, tidak seperti sekularisme, Islam tidak menghendaki adanya pemisahan antara agama dan ekonomi ataupun aspek kehidupan yang lainnnya. Lingkup “ekonomi syari’ah” sangat luas. Pada perbincangan tentang ekonomi syari’ah akan terdapat di dalamnya permasalahan tanggung jawab sosial terhadap peningkatan ekonomi umat melalui berfungsinya lembaga zakat, wakaf dan kegiatan-kegiatan ekonomi syari’ah lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi umat. Sementara itu “bisnis syari’ah” lebih ditujukan kepada kegiatan yang berkaitan dengan perniagaan atau kegiatan niaga yang berkembang di masyarakat dengan menggunakan prinsip syari’ah.

Semakin berkembangnya kegiatan ekonomi syari’ah terutama di bidang keuangan dan perbankan syariah, akhir-akhir ini, mengajak kita terutama para pakar, praktisi dan hakim Pengadilan Agama untuk mempersiapkan jika terjadi persengkataan baik sesama muslim maupun antara muslim dengan non muslim terkait dengan transaksi di bidang ekonomi dan keuangan syari’ah, seiring dengan amandemen Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang kewenangannya diperluas selain perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah, waqaf, zakat, infaqdan sadaqah, termasuk juga bidang ekonomi Syari’ah. 

Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang amandemen atas Undang-Undang Nomor 7tahun 1989 tentang Peradilan Agama, memperluas kewenangan Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi orang-orang yang beragama Islam, yang sebelumnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989, hanya berwenang menyelesaikan perkara perkawinan,waris, wasiat, hibah, waqaf, zakat, infaq dan sadaqah. Berdasarkan UndangUndang Nomor 3tahun 2006 pasal 49, huruf i, kewenangan Pengadilan Agama diperluas, termasuk bidang Ekonomi Syari’ah. Dengan kewenangan dan peneguhan kewenangan Pengadilan Agama dimaksudkan memberikan dasar hukum bagi Pengadilan Agama dalam menyelesaikan perkara Ekonomi Syari’ah.

Sengketa dalam operasional perbankan syariah tentunya bisa saja terjadi mengingat segala sesuatu kegiatan operasional perbankan syariah terikat dengan segala peraturan dan akad yang harus di taati dan dipatuhi oleh pihak yang melakukan kegiatan investasi dan transaksi keuangan. Tentunya jika ada pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu pihak yang mengikat perjanjian dan akad akan diberikan sanksi berdasarkan peraturan yang berlaku. Akan tetapi penyelesaikan dari sengeketa tersebut bisa saja diselesaikan dengan jalan kekeluarga (atbitrase) atau melalui pengadilan hukum perdata. Berdasarkan wawancara dengan pihak Bank Syariah Mandiri yang di wakili oleh Bapak Imam Fanzuri menjelaskan bahwa kasus sengketa yang terjadi di bank syariah mandiri berkaitan dengan wanprestasi dimana nasabah tidak mampu mengembalikan tagihan bank syariah mandiri seperti kasus pada tahun 2008 beberapa KUD tidak bisa mengembalikan tagihan akibat turunnya harga sawit dan karet. Sengketa tersebut di selesaikan dengan jalan mediasi . Sedangkan jalur litigasi (peradilan) baru tahap pengajuan somasi lewat pengadilan dan pengadilan mengeluarkan somasi dengan memanggil pihak-pihak terkait. Jalur ini baru tahap proses belum putusan pengadilan. Jadi secara umum sengketa di bank syariah mandiri cabang Jambi hanya sebatas wanprestasi saja dan penyelesaian dilakukan dengan jalan mediasi.

Perkara Sengketa Ekonomi Islam Pada Asuransi Takaful Cabang Jambi

Berdasarkan wawancara dengan pihak Asuransi Takaful Cabang Jambi, yang di wakili oleh Ibu Laila SH., menjelaskan bahwa kasus sengketa yang terjadi di Asuransi Takaful berkaitan dengan klaim asuransi dimana nasabah tidak menjalankan isi akad yang dibuat dalam polis, seperti yang terjadi pada anggota DPR Tanjung Jabung Timur, yang menyalahi dalam mengcover premi yang telah dibayarkan, seperti dalam asuransi kesehatan rawat inap mereka meminta pelayanan super VIP tetapi premi, yang dibayar lebih kecil dari apa yang seharusnya mereka diterima. Kenyataan dilapangan bahwa nasabah mengklaim asuransi takaful tidak memberikan fasilitas yang seharusnya mereka terima. Dalam hal ini terkadang pihak nasabah yang tidak memahami akad yang ada menyampaikan rasa tidak senang terhadap manfaat yang diberikan oleh asuransi Takaful. Dan mereka mempertanyakan bahkan ada yang sampai membawa kasus ini lewat pengadilan Negeri. Diantara kasus-kasus yang terjadi dapat diselesaikan dengan cara negosiasi pada asuransi Takaful. Dan tidak ada yang melewati sampai pada jalur arbitrase.


PENUTUP

Pada penjelasan diatas telah kita bahas hal-hal yang berhubungan dengan alternatif penyelesaian sengketa dan arbitrase sehingga dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya alternatif penyelesaian sengketa selain melalui sistem peradilan juga telah dikenal dan diakui, yaitu arbitrase. Arbitrase adalah suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan, diselenggarakan dan diputuskan oleh arbiter atau majelis arbitrase, yang merupakan “hakim swasta”. Ada beberapa kelebihan yang dimiliki arbitrase, diantaranya adalah:

Kerahasiaan sengketa para pihak terjamin karena proses penyelesaian secara tertutup sehingga tidak bisa diakses oleh media massa (pihak luar).

Terhindar dari keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif dengan kata lain proses lebih cepat, jadwal dapat ditetapkan sesuai kepakatan para pihak.

Para pihak dapat memilih arbiter (hakim swasta) yang dinggap sangat berkompeten berdasarkan pengalaman, pengetahuan, serta memiliki latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, serta memiliki personalia yang jujur dan adil.

Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaian masalahnya, para pihak juga dapat memilih tempat penyelenggaraan arbitrase.

Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak melalui prosedur sederhana ataupun dapat langsung dilaksanakan.

Selain itu, dengan menggunakan alternatif penyelesaian sengketa (arbitrase) tidak terlalu formal dan jangka waktu penanganan perkara atau sengketa hingga penyelesaiannya, yang relatif lebih cepat jika dibanding dengan penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan.

SUMBER :

http://e-journal.iainjambi.ac.id/index.php/mediaakademika/article/viewFile/155/138

Selasa, 29 Maret 2016

PENYELESAIAN PERSENGKETAAN EKONOMI

Nama Kelompok :
         1.       Yohany Chyntia Dwi A    ( 2C214444 )
         2.       Vinny Asteria                     ( 2C214076 )
         3.       Umar Abdillah                   ( 2A214938 )
 Kelas : 2EB07

PENYELESAIAN PERSENGKETAAN EKONOMI
Dalam perkembangan dewasa ini, bidang perekonomian Indonesia banyak sekali tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga perekonomian. Lembaga keuangan itu dalam operasionalnya didasarkan kepada prinsip syaria’ah, seperti berdirinya bank-bank syari’ah dengan memakai prinsip bagi hasil seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI) di Jakarta, BPR-BPR syari’ah di berbagai daerah tingkat II dan belakangan berdirinya PT Syarikat Tafakul Indonesia yang bergerak dalam bidang perasuransian.
Berdirinya lembaga-lembaga perekonomian dengan ciri syari’ah tersebut tentunya sekaligus akan membuka kemungkinan terjadinya perselisihan diantara pihak yang bersyari’ah, yang menjadi persoalan lembaga manakah yang berwenang untuk menyelesaikan persengkatan tersebut, apakah Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama.
Dalam sistem kekuasaan kehakiman pada sebuah pemerintahan sepanjang dijumpai dalam sejarah Islam ditemukan 3 model kekuasaan penegak hukum, yaitu kekuasaan Al-Qadla, kekuasaan Al-Hisbah dan kekuasaan Al-Madzalim. Masing-masing lembaga memiliki kewenangan tersendiri yaitu ( Satria Effendi M.Zein, 1994: 51-52 ):
      ·         Kekuasaan Al-Qadla
Lembaga peradilan itu menyelesaikan masalah-masalah tertentu yang mencakup perkara-perkara Madaniyat dan Al-Ahwal Asy-Syakhshiyah, masalah Jinayat dan tugas tambahan lainnya.
      ·         Kekuasaan Al Hisbah
Lembaga itu merupakan lembaga resmi negara yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan masalah-masalah atau pelanggaran-pelanggaran ringan yang menurut sifatnya tidak memerlukan proses peradilan. Misalnya, mengenai pengurangan takaran/timbangan di pasar, menjual makanan yang sudah kadaluarsa, kendaraan yang melebihi kapasitas angkut.
      ·         Kekuasaan Al Madzalim
Badan itu dibentuk oleh pemerintah khusus membela orang-orang yang teraniaya akibat sikap semena-mena penguasa negara. Lembaga itu juga berwenang untuk menyelesaikan persoalan sogok menyogok dan korupsi.

      A.      Perdamaian ( Ash- Shulhu )
1.       Pengertian
Dalam bahasa Arab, perdamaian diistilahkan dengan Ash- Shulhu, secara harfiah mengandung pengertian memutus pertengkaran/perselisihan. Dalam pengertian syari’at dirumuskan sebagai “Suatu jenis akad (perjanjian) untuk mengakhiri perlawanan (perselisihan) antara 2 orang yang berlawanan.” (Sayyid Sabiq, 13, 1988: 1889 ). Masing-masing pihak yang mengadakan perdamaian dalam syari’at Islam diistilahkan Mushalih, persoalan yang diperselisihkan disebut Mushalih’anhu dan perbuatan yang dilakukan oleh salah 1 pihak terhadap pihak yang lain untuk mengakhiri pertikaian/pertengkaran dinamakan dengan Mushalih’alaihi atau disebut juga Badalush Shulh.
2.       Dasar hukum
Adapun dasar hukum anjuran diadakannya perdamaian dapat dilihat dalam ketentuan Al-Qur’an, Sunah Rasul dan Ijmak. Dasar hukum lain yang mengemukakan anjuran diadakannya perdamaian diantara para pihak-pihak yang bersengketa didasarkan pada Ijmak. Para ahli hukum telah sepakat bahwa penyelesaian pertikaian diantara para pihak-pihak yang bersengketa adalah disyari’atkan dalam ajaran Islam.
3.       Rukun dan Syarat perdamaian
Adapun Rukun perjanjian Perdamaian:
a.       Adanya ijab.
b.      Adanya kabul.
c.       Adanya lafal.
Apabila Rukun tersebut telah terpenuhi, maka perjanjian perdamaian diantara para pihak yang bersengketa telah berlangsung. Dengan sendirinya dari perjanjian perdamaian itu lahirlah suatu ikatan hukum, yang masing-masing pihak berkewajiban untuk memenuhi/menunaikan pasal-pasal perjanjian perdamaian.
Adapun syarat suatu perjanjian perdamaian (Sayyid Sabiq, 13, 1988: 190-195):
a.       Menyangkut Subjek (Pihak-pihak yang mengadakan perjanjian perdamaian).
Orang yang melakukan perjanjian perdamaian, selain cakap bertindak menurut hukum, juga harus orang yang mempunyai kekuasaan atau mempunyai wewenang untuk melepaskan haknya atas hal-hal yang dimaksudkan dalam perdamaian tersebut.

 Adapun orang yang cakap bertindak menurut hukum tetapi tidak mempunyai kekuasaan atau wewenang itu seperti:
1)      Wali, atas harta benda orang yang berada dibawah perwaliannya.
2)      Pengampu, atas harta benda orang yang berada dibawah pengampuannya.
3)      Nazir (pengawas) wakaf, atas hak milik wakaf yang ada dibawah pengawasannya.
b.      Menyangkut Objek Perdamaian.
1)      Berbentuk harta (dapat berupa benda berwujud seperti tanah dan dapat juga berupa benda tidak berwujud seperti hak milik intelektual) yang dapat dinilai/dihargai, dapat diserahterimakan, dan bermanfaat.
2)      Dapat diketahui secara jelas sehingga tidak melahirkan kesamaran dan ketidakjelasan yang pada akhirnya dapat pula melahirkan pertikaian yang baru terhadap objek yang sama (sedangkan perdamaian memutus pertikaian untuk selama-lamanya).
c.       Persoalan yang Boleh Didamaikan.
Adapun persoalan/pertikaian yang boleh atau dapat didamaikan hanyalah sebatas meyangkut hal-hal berikut:
1)      Pertikaian itu berbentuk harta yang dapat dinilai.
2)      Pertikaian itu menyangkut hak manusia yang boleh diganti.
Dengan perkataan lain, perjanjian perdamaian hanya sebatas persoalan-persoalan Muamalah. Sedangkan peroalan-persoalan yang menyangkut hak Allah tidak dapat diadakan perdamaian.
Dalam ketentuan hukum Indonesia, perjanjian perdamaian itu hanya sebatas persoalan-persoalan yang menyangkut hubungan keperdataan, sedangkan terhadap persoalan-persoalan yang melanggar ketentuan hukum pidana tidak dapat diadakan perjanjian perdamaian, karena hal itu merupakan kewenangan publik/masyarakat. Jadi, kalaupun diadakan perdamaian tidak berarti hapus/berakhirnya penuntutan.
4.       Pelaksanaan Perdamaian
Pelaksanaan perdamaian adalah menyangkut tempat dan waktu pelaksanaan perjanjian perdamaian yang diadakan oleh pihak-pihak yang terlibat sengketa. Tempat dan waktu tersebut dapat diklasifikasikan kepada perdamaian di luar sidang pengadilan, dan melalui sidang pengadilan

4.1   Perdamaian di Luar Sidang Perdamaian
Di dalam penyelesaian persengketaan, dapat saja pihak-pihak yang bertikai dapat menyelesaikannya sendiri. Misalnya, mereka meminta bantuan kepada keluarga, pemuka masyarakat atau pihak lainnya dalam upaya mencari penyelesaian persengketaan di luar sidang secara damai sebelum persengketaan diajukan atau bahkan selama proses persidangan berlangsung. Dengan cara itu banyak yang berhasil.

Untuk menghindari timbulnya kembali persoalan yang sama di kemudian hari, maka sering perjanjian perdamaian itu dilaksanakan secara tertulis, yaitu dibuat akta perjanjian perdamaian, agar mempunyai kekuatan hukum dengan catatan perjanjian itu harus dibuat secara otentik, yaitu dibuat di hadapan notaris. Jadi apabila dikemudian hari salah satu pihak melanggar kesepakatan yang telah dibuat maka pihak yang lainnya dapat menunjukkan bukti otentik bahwa perdamaian telah dilangsungkan. Dia dapat mengemukakan bahwa suatu perjanjian perdamaian tidak dapat dibatalkan secara sepihak.

4.2   Melalui Sidang Pengadilan
Perdamaian melalui sidang pengadilan dilangsungkan pada saat perkara diproses di depan sidang pengadilan (gugatan sedang berjalan). Di dalam ketentuan perundang-undangan ditentukan bahwa sebelum perkara diproses (dapat juga selama diproses, bahkan sebelum mempunyai kekuatan hukum tetap) hakim harus menganjurkan agar para pihak yang bersengketa berdamai.

Apabila hakim berhasil mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa, maka dibuatlah akta perdamaian yang lazimnya diistilahkan dengan akta dading. Dan kedua belah pihak yang bersengketa harus menaati isi dari akta tersebut.

Dan karena perdamaian tersebut bersifat kerelaan atau mau sama mau, maka akta perdamian yang dibuat melalui sidang pengadilan tidak dapat diajukan banding karena telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde).

5.       Pembatalan Perdamaian
Perjanjian perdamaian masih mungkin untuk dibatalkan yaitu apabila :
1.       Telah terjadi suatu kekhilafan mengenai subjeknya (orangnya) ;
2.       Telah terjadi kekhilafan terhadap pokok perselisihan.

      B.      Arbitrase
Arbitrase adalah pemutusan suatu persengketaan oleh seseorang atau beberapa orang yang ditunjuk oleh pihak-pihak yang bersengketa di luar hakim atau pengadilan (Subekti, 1984:181). Dasar hukumnya di Indonesia adalah Pasal 15 s.d. 651 Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering (RV) ; dalam UU tentang MA yaitu UU Nomor 1 Tahun 1950, LN 1950-30).

Keputusan badan perwasitan (arbitrase) oleh undang-undang dipandang sebagai putusan badan peradilan tingkat terakhir, dan sekaligus dapat dimintakan eksekusi, yaitu melalui ketua pengadilan negeri setempat.

Di Indonesia lembaga arbitrase telah didirikan pada tanggal 3 Desember 1977 dengan nama Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Prakarsa pendirian BANI disponsori oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin).
Suatu persengketaan dapat diajukan ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia apabila:
a)      Sebelumnya antara pihak-pihak yang bersengketa telah sepakat bahwa persengketaan mereka diselesaikan berdasarkan keputusan arbiter (wasit) ;
b)      Apabila para pihak yang bersengketa di dalam perjanjian mencantumkan bahwa apabila di antara mereka terdapat persengketaan, maka persengketaan tersebut akan diputus oleh arbiter.
Persoalan-persoalan yang dapat diajukan kepada Badan Arbitrase Nasional Indonesia ini adalah sepanjang hal tersebut masih berada dalam kehendak bebas pihak-pihak yang terlibat seperti contoh persengketaan bidang ekonomi. Dengan demikian persoalan seperti perceraian, nafkah tidak dapat diputuskan dengan arbitrase.
Adapun keuntungan penyelesaian persengketaan melalui arbitrase adalah :
1.       Persengketaan dapat diselesaikan dengan cepat
2.       Akan lebih memungkinkan para pihak untuk menemukan rasa keadilan
3.       Persengketaan tidak sampai diketahui oleh masyarakat banyak.
Untuk hal itu ada pendapat yang mengatakan, “ Tak hanya dalam pandangan sebagai suatu jenis peradilan yang (diharapkan) lebih cepat dan (diharapkan) lebih dapat memenuhi akan rasa keadilan di kalangan pengusaha saja letak pentingnya arbitrase itu, tetapi acapkali telah terbukti pentingnya pula bagi pertumbuhan hukum perdata materiil, misalnya, mengenai perjanjian jual beli perniagaan (handelskoop).” (Soekardono, 1983:202).

REFERENSI :
Soekardono. 1983. Hukum Dagang Indonesia. Jilid 1. Jakarta: Dian Rakyat
Lubis, Suhrawardi K. 2004. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika